Apa sih pengertian toxic masculinity? Well, meskipun feminesya adalah website seputar perempuan, kurasa perlu sekali untuk membahas tentang maskulinitas. Mengingat bahwa toxic masculinity masih berkembang dan menjamur di masyarakat.
Sebelumnya, kamu pernah mendengar para orang tua yang membesarkan anak lelaki mereka sambil berkata,”Laki-lak tidak boleh nangis ya”. Pasti pernah kan? Kalau pernah, selamat karena kamu sudah ada gambaran mengenai contoh dari toxic masculinity ini.
Apa Itu Toxic Masculinity?
Intinya, pengertian toxic masculinity adalah sebuah istilah yang umum digunakan untuk membuat standar tertentu bagi kejantanan laki-laki. Toxic masculinity adalah suatu kepercayaan bahwa pria memiliki sifat dan sikap wajib tertentu.
Contohnya, anggapan bahwa laki-laki jantan adalah yang tidak pernah menangis, tidak suka warna pink, atau tidak suka pakai skincare. Selain itu, laki-laki dianggap tulen jika mereka suka olahraga, merokok, atau melakukan hobi-hobi fisik tertentu. Itu contoh mudahnya saja ya.
Pria yang tak bisa memenuhi sifat dan sikap sebagaimana standar yang dibuat oleh masyarakat tersebut akan dianggap tidak maskulin.
Padahal anggapan tersebut salah kaprah. Mayarakat kita menganggap bahwa pria maskulin mempunyai kekuatan fisik dan mental, dihormati, berwibawa, dan lain-lain yang sebenarnya cukup berlebihan.
Aku pernah nonton di salah satu kanal YouTube mengenai social experiment tindakan kekerasan terhadap lelaki dan perempuan (pemukulan).
Hasilnya miris, karena sebagian besar orang hanya peduli pada perempuan yang dipukul oleh lelaki. Tetapi mereka enggan menolong lelaki yang dipukul oleh perempuan.
Tanpa membenarkan kekerasan sedikitpun, seharusnya mereka tetap mau menolong siapapun yang mengalami kekerasan tanpa perlu melihat jenis kelamin maupun gender.
Apa Dampak Toxic Masculinity Bagi Kesehatan?
Toxic masculinity memiliki dampak yang serius bagi kesehatan, yaiu bisa mengganggu kesehatan mental seperti tingginya tingkat depresi bagi laki-laki.
Kebanyakan dari mereka memilih untuk lebih memendam emosinya alih-alih minta tolong, curhat, atau sekedar menangis untuk membuat perasaan lebih lega. Toxic masculinity cukup berbahaya karena bisa membatasi sifat pria serta mengekang mereka untuk tumbuh dalam bermasyarakat dengan baik.
Maskulinitas beracun menganggap laki-laki tak boleh mengeluh. Anggapan ini mendorong para lelaki untuk memendam emosi atau tidak menyalurkan emosinya dengan benar sehingga secara tidak sadar mereka akan terjebak dalam maskulinitas beracun.
Pernah lihat laki-laki yang ada di mall dan suka berbelanja? Laki-laki yang perawatan di salon, atau laki-laki yang suka drama Korea? Faktanya banyak yang menyebut atau memberi mereka label dengan sebutan “bencong”. Istilah yang dalam perkembangannya di masyarakat dianggap sangat buruk.
Sebagai perempuan, mari kita mulai berhenti untuk ikut menyebarkan maskulinitas beracun itu, fems. Sekarang saatnya untuk berbenah menjadi pribadi yang berkelas, berwawasan luas, serta berpikiran terbuka.
Baca Juga: Kenapa Sesama Perempuan Saling Menjatuhkan? Jangan Gitu Lagi Yuk!
Kita bisa mulai dari saudara laki-laki, teman, suami, pacar, atau mungkin anak lelaki kita dengan mengatakan bahwa maskulinitas beracun adalah hal yang buruk. Sehingga mereka tak perlu takut dengan label masyarakat hanya karena melakukan hal wajar (ingat, hal yang wajar ya).
Jangan mengatakan pada anak lelaki kita seperti ini:
- Jangan menangis, lelaki tak boleh menangis.
- Lelaki itu harus kuat, kalau lemah berarti perempuan. (Ini akan membuat anak laki-laki jadi menganggap perempuan sebagai makhluk yang lemah).
Alih-alih mengatakan kalimat itu, kita bisa menggantinya dengan:
- Adik boleh menangis, setelah itu kita bicarakan masalahnya ya.
- Adik harus tumbuh kuat dan tegar.
Menangis tak butuh gender; siapapun yang sedih boleh meluapkan emosinya. Tak peduli laki-laki atau perempuan, tak ada yang boleh melarangnya.
Setelah tahu pengertian toxic masculinity, sudah saatnya bagi kamu untuk ikut menjauhinya juga. Ini sudah 2022, mari berpikir lebih maju untuk menghadapi hal-hal baru di masa mendatang.