Saya masih duduk di taman sendirian. Di barat sana senja mulai jingga, saya masih memikirkan seorang perempuan cantik yang saya temui satu jam lalu di tempat ini. Katanya, namanya Anna Karenina. Seorang perempuan dari tokoh novel Leo Tolstoy yang mendunia itu.
Perempuan yang digambarkan sebagai pengkhianat cantik yang memiliki suami kaya. Perempuan dengan kecantikan yang mampu memikat si tampan Vronsky. Dan perempuan yang rela meninggalkan keluarga bahagianya hanya untuk tinggal bersama belahan jiwanya sehingga ia mati bunuh diri.
Saya masih ingat bentuk tubuhnya, kulit putihnya, dan senyum manisnya. Dia memang cantik, mungkin sempurna untuk ukuran kecantikan perempuan Rusia. Satu jam yang lalu, ia duduk meyendiri di bangku taman dekat bunga Flamboyan.
Pakaiannya hitam, memakai sarung tangan dan topi yang juga hitam. Pokoknya ia terlihat sangat cantik dan berbeda dibanding pengunjung taman yang lain.
Saya duduk di sebelahnya. Namun saya tidak berniat sedikitpun untuk mencari perhatian atau berkenalan dengannya. Justru dia yang menyapa saya terlebih dahulu.
”Saya Anna, perempuan yang hidup dari fiksi Tolstoy,” ucapnya sambil menjulurkan tangan, dia berbicara dalam Bahasa Inggris logat British yang tidak terlalu kental.
”Anna? Oh, saya Sen,” sayapun membalas uluran tangannya meski merasa sedikit heran.
”Sure, Anna Karenina. Pernah dengar kan? Sen? Ah nama yang unik.”
”Maaf, maksudnya kok namanya Anna Karenina?”
Lalu perempuan itu tak lagi memandang saya. Ia mengalihkan pandangannya ke depan. Saya tak berani mengamatinya, saya takut dia merasa risih lalu menganggap saya tidak sopan. Saya sempat mengira kalau dia akan marah dan mengusir saya, tapi saya salah. Dia kembali memandang saya lalu mulai bercerita mengenai dirinya.
Dia bilang, ia hanya perempuan. Perempuan yang hidup dalam imajinasi Tolstoy bertahun-tahun silam. Perempuan cantik yang digambarkan sebagai pengkhianat dan materialis.
Novel yang menceritakan tentang dirinya itu laku besar di pasaran, bahkan sempat difilmkan dan diminati oleh sepanjang generasi. Ia tak merasa bangga menjadi tokoh utama. Ia justru tertekan oleh karakter-karakter dirinya yang digambarkan oleh Tolstoy tersebut.
”Karena dia seorang lelaki, mungkin dia ingin membongkar keburukan perempuan saat itu,” dia mengatakannya sambil menunduk. Memainkan kedua sarung tangannya yang telah ia lepas dan ditaruh pada pangkuannya.
”Mungkin kisah nyata dari mayoritas perempuan di masa itu, Anna?”
Saya hanya diam, bimbang apakah saya benar-benar bertemu dengan Anna Karenina atau ini hanya bualannya. Saya takut ia hanya bule gila tersesat yang dulunya pengagum berat Tolstoy dan menggambarkan dirinya sebagai Anna Karenina.
Ah, atau mungkin karena saya yang mengagumi Tolstoy sehingga Tuhan mempertemukan saya dengan Anna.
”Apa benar kau adalah Anna?”
”Maksud anda?” kali ini ia berteriak ke arahku dengan mata melotot. Saya tidak berani menjawab karena sorot matanya seperti sedang marah. Saya minta maaf lalu berdiri untuk pamit pergi. Namun dia menahan tangan saya dan menyuruh saya duduk untuk tetap tinggal.
”Tuhan menghidupkanku, untuk bertemu para lelaki sepertimu.”
”Maksud anda?”
”Kau takut perempuan? Kau dikhianati istrimu kan?”
Jujur saja saya merasa sedikit takut karena perempuan yang baru kenal saya belum ada satu jam ini telah tahu masa lalu dan trauma saya. Reflek saya hanya mengangguk pelan, mencoba melepaskan tangan kecilnya yang memegang tangan saya.
Dia tersenyum. Membuat saya gugup karena kali ini saya menatap mata teduhnya. Dia benar-benar cantik. Teramat cantik sehingga membuat saya tak heran jika Vronsky bisa jatuh hati padanya. Pada seorang perempuan bersuami.
***
”Kau benar Sen, kecantikanku memang yang dulu diimajinaskan Tolstoy.”
Saya tersenyum sambil mengangguk dan kembali duduk di sebelahnya, tapi kali ini lebih dekat. Entahlah, perempuan ini seperti memiliki sihir bagi setiap orang yang melihatnya. Tidak heran kalau cobaannya begitu berat. Cobaan bagi perempuan cantik untuk tidak selingkuh, dan cobaan bagi suaminya karena memiliki istri secantik Anna Karenina.
”Kenapa tak bangga menjadi tokoh utama?”
”Karena aku digambarkan sebagai perempuan jahat.”
”Iya, kau antagonis karena karaktermu berubah-ubah.”
Kemudian dia mendekatkan wajahnya sehingga saya dapat mencium harum parfumnya. Dia kembali bercerita tentang dirinya. Bahwa ia baru hidup satu minggu yang lalu. Saat itu ia keluar dari sebuah kotak emas di langit.
Pertama kali ia keluar dari kotak itu, ia berjumpa dengan seseorang yang tinggi besar yang memakai jubah hitam. ”Bukan seseorang mungkin, karena dia mengaku malaikat,”
Matanya berkaca-kaca seperti tengah mengenang hal berharga dalam hidupnya. Ia bilang itu adalah hari terindah dalam hidupnya, karena selama ini ia hanya mengalami tahun-tahun menyedihkan. Merasakan berulang-ulang setiap rinci cerita yang ditulis Tolstoy setiap kali novel Anna Karenina di baca oleh manusia.
”Saya senang bisa menjadi manusia sesungguhnya,” ucapnya sambil memakai kembali kedua sarung tangannya.
Ia menghela napas sebelum akhirnya kembali bercerita. Anna bilang, malaikat itu memberinya tugas untuk meluruskan pandangan laki-laki yang telah dikhianati istrinya. Menghampiri satu per satu lelaki pilihan dari masing-masing negara. Para lelaki pilihan yang telah diberi tanda X pada dahinya.
Lalu saya memeriksa dahi saya dan tidak menemukan apapun, tapi dia bilang manusia tak bisa melihat tanda itu. Perjalanannya diawali dari Texas dan berakhir di Indonesia.
Logika saya memang tidak percaya dengan apa yang kini saya hadapi, tapi entahlah, firasat saya mengatakan kalau Anna mengatakan yang sebenarnya. Dia memegang tangan saya, mengelus punggung tangan saya dengan lembut kemudian kembali tersenyum. Kali ini matanya berkaca-kaca.
”Kenapa istrimu mengkhianatimu?”
”Dia tergoda dengan lelaki lain yang lebih kaya dan tampan.”
Anna mengangguk. Dia kembali menghembuskan napasnya berat sebelum berdiri dengan tetap memegang kedua tangan saya.
”Kau tahu, aku diciptakan oleh Tolstoy sebagai perempuan yang amat menderita karena perselingkuhan.” Jeda sekitar sepuluh detik dan ia kembali melanjutkan. Dia bilang, sangat sulit menjadi lakon yang dihadapkan dengan banyak pilihan. Tak semua yang dilakukan manusia selalu hal-hal yang baik.
Mereka pun, terkadang, bahkan sering melakukan kesalahan. Apalagi perselingkuhan dalam rumah tangga. Siapapun yang berselingkuh pasti akan merasa sangat berdosa. Baik sekarang, besok, lusa, satu tahun lagi atau kapanpun di waktu yang tak pasti. Anna bilang, kepekaan orang berbeda.
”Sen, kau tahu kan kalau aku juga menyesal di akhir cerita karena hidupku yang hancur.”
”Kau menyesal?”
”Kalau tidak, aku tidak akan sampai frustasi lalu bunuh diri.”
Anna kembali tersenyum semanis tadi lalu melepaskan pegangan tangannya dan duduk di sebelah saya lagi.
Ia bilang, sebentar lagi malaikat akan menjemputnya untuk kembali masuk ke dalam novel. Ia telah ditunggu para karakter saking lamanya menghilang.
”Saat aku menghilang, orang-orang tidak mampu membaca Anna Karenina dengan lebih nyaman.”
”Kok bisa?”
”Entahlah, aku juga tidak tahu. Mungkin karena aku tidak ada dalam novel untuk bermain dengan imajinasi mereka.”
Saya menggelengkan kepala tidak paham. Antara percaya dan tidak, tapi saya benar-benar bertemu dengan Anna Karenina yang sangat cantik jelita itu. Dan saya baru tahu, kalau setiap karya sastra yang ditulis pengarang akan hidup abadi di langit sana.
”Apakah Vladimir dan Estragon juga ada?”
”Tentu, dan mereka membenci Samuel Beckett karena kehidupan mereka yang menderita.”
”Bagaimana dengan Harry Potter?”
”Dunia fantasi yang amat menarik, aku menyukai keramahan lakon-lakonnya.”
Saya tertawa, begitu juga Anna yang tertawa sambil membereskan rambutnya. Dia bilang kalau ia harus bersiap-siap untuk kembali ke langit. Ia agak sedih karena harus berhenti menjadi manusia dan kembali menjadi karakter dalam novel.
”Tapi saya bersyukur bisa bertemu orang-orang seperti Sen di dunia ini.” Ia berdiri dan menjabat tangan saya. Tersenyum manis untuk terakhir kalinya lalu berjalan menjauh tanpa mengucapkan terima kasih atau berpamitan untuk pergi.
Saya masih duduk mematung, memperhatikan tubuhnya yang semakin mengecil karena semakin jauh. Menyisakan tanda tanya besar atas semua peristiwa yang baru saja saya alami. Anna Karenina, Leo Tolstoy, karakter yang hidup. Semua itu berputar-putar dalam otak saya seperti angin yang terjebak dalam kantung plastik.
***
Saya dikagetkan oleh sekumpulan perawat yang segera menggandeng tangan saya. Mereka bilang, saya harus minum obat.