woman looking at the floor woman looking at the floor

Cicak di Sambal Rukiah

Sudah sebulan ini Rukiah disibukkan dengan membuat sambal di dapur. Entahlah, tiba-tiba suaminya tak pernah mau makan jika tak ada sambal buatan rumah. Hari itu ketika Rukiah sangat lelah gara-gara banyaknya pesanan kue sehingga tak sempat membuat sambal, ia hanya membeli sayur yang sudah jadi dan sambal sachet dari warung.

Alhasil suaminya marah-marah dan tak mau makan sampai tertidur. Rukiah tak berani membantah permintaan suaminya meski dengan gelengan atau penolakan lain yang halus. Prinsip yang ia pegang dari dulu sebelum menikah adalah menjadi istri yang baik bagi suaminya.

Seperti kata almarhumah ibunya dulu,”Ingat, jangan sampai membuat hati suamimu terluka Ruk, Ridho Pengeran ada pada ridho suamimu.” Semenjak saat itu Rukiah berjanji untuk menjadi istri penurut yang mampu membahagiakan suami.

Baca juga: Cerpen Teenlit: Sang Aurora

Hari ini selepas belanja di pasar, ia menanak nasi lalu memasak lele hasil tangkapan suaminya semalam.

Setelah itu ia segera meletakkan cobek di atas meja, disusul dengan mencuci cabe, tomat, bawang merah, dan bawang putih sebelum akhirnya memasukkannya pada penggorengan.

Ia menggoreng bumbu-bumbu itu sambil bernyanyi. Membayangkan suaminya nanti datang dengan wajah sumringah karena sambal kesukaannya telah siap di meja makan. Ia tersenyum sendiri, mengingat malam pertama dengan suaminya yang dulu masih malu-malu.

Maklum, mereka tak saling mengenal karena pernikahan mereka berdasarkan perjodohan. Rukiah menikah dengan lelaki yang enam tahun lebih tua, tidak tampan maupun jelek, tapi memiliki penghasilan yang lumayan tinggi.

”Kok Rukiah mau dijodohkan dengan saya?” Tanya suami Rukiah ketika mereka duduk berdua di ranjang saat malam pertama.

Rukiah masih ingat pada aroma mawar di dalam kamar waktu itu. Jendela dengan korden berwarna mint yang lembut, juga kasur empuk dengan balutan sprei merah jambu yang nyaman dilihat.

”Mau mas, soalnya kata ibu balasannya surga.” Suami Rukiah tersenyum. Lalu mereka memutuskan untuk mematikan lampu.

Bumbu-bumbu tadi telah diangkat dari penggorengan. Rukiah meletakkannya pada cobek yang sedari tadi didiamkan. Ia menaburkan sedikit garam di atas tomat, cabe, dan bawang yang telah dicampur itu sebelum akhirnya menguleg perlahan.

Senyumnya masih mengembang, ia ingat dulu ketika suaminya sering merengek untuk segera memiliki anak. Mereka telah merencanakan banyak hal termasuk kamar bayi yang didekorasi dengan cat warna aqua dan ranjang yang penuh mainan.

Sayangnya dua bulan setelah itu, ketika dokter mengatakan kalau Rukiah tak bisa memiliki anak, impian itu harus mereka kubur dalam-dalam.

”Mas nggak nyesel nikah sama Rukiah?”

”Kenapa harus nyesel? Mas cinta Rukiah apa adanya, kita kan bisa ngadopsi anak.”

”Terimakasih ya mas,” Rukiah mengatakannya sambil memeluk sang suami yang tengah tidur di pangkuannya.


Rukiah telah selesai menguleg sambal. Kali ini ia mengambil sendok lalu mencoba sambal buatannya yang telah jadi. ”Ah kurang garam,” katanya.

Tangan kanannya mengambil toples garam dan menaburkan sedikit lagi sebelum akhirnya diuleg kembali. Sekitar satu menit dan ia mencoba sambal itu lagi, ia tersenyum puas kemudian mengambil cobek kecil khusus tempat sambal kesukaan suaminya.

Ia menengok ke arah jam berkali-kali. Rasanya tidak sabar menunggu kedatangan suaminya yang sudah dua hari begitu sibuk. Ia melangkah ke arah lemari es untuk mengambil sebotol sirup jeruk dan menuangkannya di gelas kaca. ”Makan malam yang sempurna,” gumamnya.

Di meja memang telah terhidang nasi putih yang masih mengepulkan asap, sayur lodeh dengan telur dan tempe yang iris kecil-kecil, piring bambu berisi lele-lele yang telah digoreng, piring kaca dengan dua bungkus lele yang dibumbu kelapa, tak lupa sambal favorit sang suami yang di taruh pada cobek kecil, air putih, dan dua gelas sirup jeruk serta segelas susu putih untuk suaminya.

”Oh ya buahnya.” Kemudian ia kembali pada lemari es tadi untuk mengambil empat buah apel merah yang besar-besar. ”Yang ini hampir busuk, besok harus beli lagi di pasar,” ucapnya sambil memilih apel-apel tadi.

Ia meletakkan buah-buahan itu pada piring besar cantik hadiah pernikahannya dari ibunya dulu. Rukiah tersenyum, ia duduk di atas kursi sambil memandangi foto suaminya di layar ponsel.

Baca juga: Dia Bilang, Namanya Anna Karenina

Ia mengelus-elus foto itu sambil mengingat janji-janji yang dulu pernah mereka ucapkan. ”Tak kusangka sudah sepuluh tahun mas.” Hati kecilnya semakin gembira sehingga senyumnya tak pudar sedikitpun. Ia masih ingat ketika suaminya berjanji akan mempertahankan rumah tangga mereka apapun yang terjadi.

”Bagaimana kalau ada bidadari yang melamarmu mas?”

”Akan kukatakan kalau aku sudah punya bidadari yang namanya Rukiah.”

”Bagaimana kalau bidadarinya sangat cantik dan bermata jeli?”

”Akan kukatakan kalau kecantikan istriku tak ada duanya. Cinta itu bukan hanya karena cantik dik.”

Senyuman Rukiah kini berganti tawa. Sampai-sampai ia menutup mulutnya yang tertawa memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Perempuan ini memang tidak cantik, tapi ia memiliki kelembutan hati yang mampu membuat orang-orang terpana.

Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bergerak-gerak pada sambalnya di meja. Ia memperhatikannya lebih dekat, ternyata seekor cicak jatuh ke dalam sambalnya dan bergerak-gerak disana.

Orang Jawa selalu mengibaratkan cicak jatuh sebagai pertanda buruk. Senyum Rukiah pudar digantikan perasaan khawatir. Ia melihat ke arah jam dinding, suaminya akan tiba sebentar lagi.

”Aduh bagaimana ini? Dasar hewan sialan.” Ia lantas mengambil sambal itu dan menaruhnya di meja dekat lemari es kemudian berlari ke arah laci dan mengeluarkan beberapa cabe, tomat, dan bawang. Entah mengapa matanya basah.

Tangannya gemetar. Ia tak bisa membayangkan reaksi suaminya jika tahu kalau sambalnya belum siap.

”Sudah capek kerja, di rumah bukannya dihibur,” tempo hari yang dikatakan suaminya ketika Rukiah lupa tidak membuat sambal.

Belum sempat ia menggoreng bumbu-bumbu yang telah dicuci, suara mobil terdengar berhenti di garasi rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh ia berlari ke arah pintu utama. Kompornya telah dimatikan, bumbu-bumbu tadi tergeletak di atas mangkuk hijau tepat di tempat cucian.

Ia tak lagi memikirkan sambal, ia telah siap dengan resiko yang akan diterima nanti. Dia berpikir kalau nanti suaminya marah , itu disebabkan karena kesalahannya yang tidak menyiapkan sambal.

Pintu depan telah dibuka. Ia mencium tangan kanan suaminya lalu mengambil tas kerja yang dibawa suaminya. Suami Rukiah tersenyum, mengelus kepala Rukiah lalu mencium keningnya. Sebagai istri, Rukiah sangat bahagia.

Tidak biasanya suaminya akan semanis itu sepulang kerja. Tapi seorang perempuan tiba-tiba keluar dari mobil. Perempuan muda cantik yang rambut ikal hitamnya tergerai sampai ke punggung.

”Siapa mas?,” Rukiah memandang suaminya yang mulai melangkah ke dalam. Tapi suaminya tak menjawab, hanya menyuruh Rukiah masuk dan mengajak tamu mereka makan malam.

Di meja makan, suami Rukiah mengerutkan dahi. Sebelum ia sempat bertanya, Rukiah meminta maaf berkali-kali karena sambal yang ia buat telah dimasuki cicak.

Perempuan anggun yang duduk di depan Rukiah tadi tertawa, begitu juga suaminya. ”Kenapa mas tidak marah?” Kemudian suaminya mengangguk dan mengatakan tak apa-apa.

”Sebentar lagi akan ada yang membantumu membuat sambal. Anisa pintar memasak.”

Rukiah memandang ke arah wanita tadi. Ia mengangguk lalu mengulurkan tangan kanannya. Rukiah membalas jabatan tangan itu. Tangan perempuan di depannya begitu lembut, senyumnya juga mempesona.

”Perempuan secantik ini mau dijadikan pembantu mas?”

”Ah ya tidaklah. Tapi Istri kedua dik. Kau setuju kan? Istri sepertimu memang pantas dibalas dengan surga.”

Rukiah tak mampu berkata apa-apa. Ia hanya diam sambil menatap nanar pada kedua orang yang tengah kasmaran di depannya.

Lalu angannya terbang kembali ke masa lalu, ketika ibunya menyuruhnya menjadi perempuan baik yang senantiasa menurut pada suami.

Ia tak pernah berpikir kalau untuk menjadi penghuni surga, rintangannya harus seberat ini. Ia mengangguk, lalu matanya tertuju pada sambal yang terkena cicak tadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *