Suka nonton kartun Spongebob? Di situ ada beberapa karakter unik yang membuat penonton selalu terhibur. Tak jarang setiap karakter sering mengucapkan pernyataan-pernyataan bijaknya. Salah satu tokoh yang paling sering mengungkapkan kata-kata bijak adalah Patrick si bintang. Ia mengatakannya tanpa berlagak sok menasihati atau menggurui (polos saja).
Coba deh berkaca pada diri kita sendiri. Pernah nggak memuja sesuatu dengan berlebihan? Apapun itu? Sebagai seorang perempuan, aku sendiri juga pernah mengagumi beberapa hal dengan sangat berlebihan. Ujung-ujungnya memang tidak menyehatkan.
Tulisan ini tergolong absurd, tidak penting, dan nyeleneh. Jadi, kalau kamu tidak suka hal-hal nyeleneh jangan dibaca ya. Tapi kalau tetap mau baca, yaudah lanjut deh.
Sekedar curhat lepas, ini beberapa pengalaman pribadiku seputar pemujaan yang berlebihan:
1. Mengagumi Naruto
Aneh banget ya, tapi masa ABG-ku dari SMP sampai dengan awal SMA kuhabiskan untuk mengagumi Naruto. Jadi, waktu itu aku benar-benar menyukai Naruto sampai berangan-angan untuk menjadi ninja dan menikahinya.
Masa depan kubayangkan dengan hidup bahagia di Konoha. Berteman dengan para ninja dan menyantap semangkuk ramen bersama Naruto.
Suatu hari aku pernah menangis dan marah hanya karena tidak bisa menonton Naruto. Bahkan sampai semua teman-teman satu desaku tahu kalau aku penggemar Naruto. Jika diingat-ingat, pemujaanku saat itu sangat berlebihan dan memalukan. Hasilnya ya terlalu halu serta marah-marah kalau tidak bisa nonton Naruto.
2. Memuja Lelaki
Namanya juga masa remaja, tentunya sebagian besar pernah bucin dan memuja si doi dengan berlebihan. Sekarang juga banyak para remaja, bahkan anak-anak yang sudah pacaran (miris).
Nah, jadi waktu itu aku dekat dengan seorang lelaki yang menurutku secara fisik sangat good looking. Dia juga anak sepak bola, idamanku waktu SMA intinya. Bisa dibilang aku memujanya dengan berlebihan, sampai tidak mau peduli apa kata orang tentang keburukannya.
Dia meminta bantuan mengerjakan PR aku bantu, dia cuek aku tunggu, dia berpacaran dengan orang lain juga masih aku tunggu. Padahal status kami waktu itu juga masih resmi berpacaran. Beberapa kali dia minta maaf selalu aku maafkan.
Aku benar-benar gagal move on. Belajar jadi tidak nyaman dan sering memikirkannya. Bahkan buku diary waktu SMA juga sebagian besar menceritakan kepedihanku saat bersamanya. (Alay banget kan?)
Jangan ditiru ya, fems. Kamu itu perempuan yang berharga, tidak pantas memohon-mohon atau mau aja diinjak lelaki. Siapapun itu (pacar atau suami), tidak pantas merendahkanmu.
Baca Juga: Stereotip Daya Tarik Fisik! ‘Good Looking’ Dianggap Sempurna?
3. Memuja Diri Sendiri
Astaghfirullah¸ ini benar-benar pemujaan yang sangat tidak patut. Aku pernah berada di suatu fase, di mana aku merasa sudah menjadi orang yang sangat baik (tapi nggak sampai mengagumi diri sendiri seperti Narcissus ya).
Karena waktu itu aku di asrama kampus, memakai pakaian syar’i, serta rajin mengaji, menurutku aku ini sudah benar-benar baik secara agama. Tidak sampai memandang orang lain sebelah mata sih, tetapi aku merasa sudah menjadi orang baik yang shalatnya tidak pernah bolong. Bisa dibilang terlalu pede kalau aku akan masuk surga. Eh, banyak kan yang kayak gini?
Kalau sekarang, sudah beda banget sih sama pemikiran dulu.
4. Pemujaan Guru Spiritual
Bisa dibilang aku ini orangnya selalu ingin tahu banyak hal. Kalau sudah ingin tahu dan penasaran, aku merasa harus menemukan jawabannya. Mungkin karena waktu itu aku masih di usia yang sangat menggebu-gebu untuk menemukan jati diri.
Jadi, aku pernah berkali-kali berkenalan dengan seorang guru spiritual. Hingga akhirnya menemukan salah satu yang kuanggap paling cocok.
Bisa dibilang rasa kagumku padanya waktu itu melebihi apapun. Bahkan sampai ngambek sama orang tua kalau tidak diizinkan bertemu. Oh ya mantan guru ini dari luar kota yang jaraknya lumayan jauh, naik kereta sekitar 6 atau 7 jam perjalanan.
Awalnya, dia sangat baik dan rendah hati. Bahkan waktu itu, sekalipun aku ragu dengan ajarannya, aku akan langsung menepis sambil mengatakan “Aku harus patuh pada guru”.
Hingga akhirnya semakin hari semakin terlihat karakternya yang sesungguhnya. Yah, dasarnya sifat alami nggak akan bisa disembunyikan. Sampai suatu hari, dia benar-benar membuatku kecewa karena salah satu perilakunya yang kurang pantas.
Setelah itu, aku sudah berubah dan tidak lagi ingin berguru padanya. Rasa kecewaku bertahan beberapa hari, sampai terbayang-bayang saat tidur. Aku juga sampai bertanya-tanya apakah aku keliru meninggalkan guru tersebut.
Tapi, menurutku, kalau sudah ragu berarti tidak perlu diteruskan. Apapun itu, kalau di hati ada rasa ragu yang membuat tidak tenang, kamu harus segera berhenti.
Semakin hari aku semakin mantap meninggalkan mantan guru spiritual tersebut. Sampai akhirnya hatiku kembali tenang seperti sebelumnya, bebas, dan tidak terbebani.
Ngomong-ngomong, saat bergabung dengan guru tersebut, aku juga merasa golongan kami yang paling baik dan superior. Sebab memang diajari seperti itu. Entah kenapa aku tidak menyadarinya saat itu.
Meskipun pengalaman itu terasa pahit dan mengecewakan, tetapi banyak pelajaran berharga yang sudah aku petik. Banyak juga ilmu-ilmu baru yang aku terima dari mantan guru tersebut. Intinya tetap ada sisi positifnya.
Itu dia beberapa pemujaanku yang berlebihan. Konteksnya mungkin tidak terlalu sama dengan yang dikatakan Patrick, tetapi menurutku pemujaan terhadap apapun yang berlebihan itu tidak baik.
Aku juga pernah menyukai lelaki dengan berlebihan pada awalnya. Hingga akirnya aku hanya melukai diri sendiri dan dirinya karena ternyata itu hanya pemujaan berlebihan yang sesaat saja. (Maaf).
Gimana fems? Ceritanya lumayan ruwet, absurd, dan tidak nyambung ya? Kan sudah aku bilang tadi. Tapi makasih ya karena kamu sudah bersedia membaca sampai di sini.
Oh ya, tetap ingat untuk tidak memuja sesuatu secara berlebihan. Remember what Patrick said that “Hero Worship is Unhealthy”. Sampai jumpa di tulisan lepas aku selanjutnya ya.